Cara Membuat SIM: Cepat dan Murah Jika Beruntung
Saya
berada di sebuah ruangan pemeriksaan kesehatan tatkala seorang lelaki yang telebih
dahulu berada di sana menawari bantuan untuk mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM).
Sontak saya menolak, pasalnya dia meminta bayaran Rp 375.000,00. Sangat mahal.
Padahal, untuk membuat SIM, biayanya jauh di bawah itu. Untuk SIM A, SIM yang
mau saya urus,itu misalnya, biaya untuk buat baru hanya Rp 120.000,00 dan kalau
perpajangan, biayanya lebih murah lagi, yakni Rp 80.000,00. Sangat jauh berbeda
dari tawaran lelaki tadi. Dari gelagatnya, saya cukup yakin kalau lelaki itulah
yang disebut calo.
Siang
itu, setelah membayar Rp 25.000,00 untuk biaya pemeriksaan dan mendapat surat
keterangan berbadan sehat, saya segera meninggalkan ruangan pemerikasaan
kesehatan itu untuk mempersiapkan kelengkapan berkas lainnya, yakni foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP). Persyaratan
untuk memohon SIM baru memang cukup mudah, hanya foto copy KTP dan Surat keterangan berbadan sehat plus formulir registrasi
tentunya. Formulir registrasinya sendiri, disediakan oleh petugas di Satuan
Lalu Lintas (Satlantas) yang bersangkutan.
Setelah
semuanya lengkap, saya menyerahkan semua kelengkapan berkas dalam sebuah map
kepada seorang petugas yang bertugas di loket pendaftaran. Saya kemudian menunggu
nama disebut untuk dapat melanjutkan ke proses selanjutnya. Di ruangan
pelayanan itu telah banyak juga orang yang mengantre, baik yang duduk di kursi
yang disediakan maupun yang berdiri karena tidak dapat tempat. Gambaran ruang
pelayanannya sendiri, terdiri dari beberapa loket. Selain loket pendaftaran,
juga terdapat loket pengambilan formulir registrasi, loket pembayaran untuk
membayar biaya pembuatan SIM, dan loket penyerahan SIM kalau SIM-nya sudah
dicetak. Semuanya berada dalam satu ruangan yang kalau misalnya dipakai untuk
main bulutangkis, niscaya tidak akan muat.
Sialnya,
baru beberapa saat menunggu, pelayanan tiba-tiba dihentikan. Katanya Presiden
Jokowi telah tiba di (kotanya disensor saja yah) dan seluruh aparat harus
menyambut kedatangan beliau. Saat-saat seperti ini, saya jadi benci pak Jokowi.
Kenapa sih pakde ini datang saat saya sedang mengurus SIM? Uhh syebel dah ….
/Hari Kedua/
/Hari Kedua/
Ruang
pelayanan itu sudah agak sepi saat saya datang kembali keesokan harinya. Petugas
yang berada di loket pendaftaran memberikan map saya yang kemarin dan mempersilakan
masuk ke sebuah ruangan lain untuk proses selanjutnya. Di sana data saya
diinput menggunakan kemputer oleh seorang petugas lainnya. Kalau tidak salah
ingat, katanya hal ini dilakukan untuk mengintegrasikan data SIM dengan data
KTP. Entahlah, saya ngikut saja
prosedurnya. Setelah itu, saya dipersilakan ke ruangan lainnya untuk proses
pemotretan. Di sini, tak hanya potret wajah yang diambil, tapi sidik jari dan
tanda tangan juga. Sampai di sini, data-data untuk pembuatan SIM sebetulnya
sudah lengkap. Hanya saja, pemohon harus melewati dua prosedur penting lainnya:
ujian teori dan praktik (katanya, untuk pengurusan perpanjangan SIM, tidak
melewati dua ujian ini).
Sialnya
lagi, saat saya hendak masuk ke ruangan ujian teori, kata petugasnya pelayanan
sudah tutup. Apa yang salah? Hari itu saya tiba pukul sekitar 14.30 dan saya
pikir, satu setengah jam adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan seluruh
prosedur pembuatan SIM. Tapi ternyata, pelayanan tutup pada pukul 15.00 dan
tidak ada pilihan lain bagi saya selain balik badan, simpan map di petugas
loket pendaftaran dan segera pulang. SIM masih belum selesai. Syebel ….
/Hari
Ketiga/
Sembilan
hari berikutnya saya datang lebih awal. Sesampainya di ruangan ujian teori,
seorang petugas meminta berkas saya. Dia kemudian memberikan semacam nomor registrasi.
Di ruangan itu, telah tersedia banyak komputer yang berjejer rapi, mengigatkan
saya pada laboratorium komputer sewaktu SMP dulu. Saya mengambil tempat dan
memasukkan nomor registrasi tadi ke komputer agar dapat mengakses soal.
Ujiannya memang menggunakan komputer dan serba otomatis. Hari itu ujian, hari
itu juga diperoleh hasilnya.
Sebelum
masuk ke soal-soal inti, ada 7 buah pertanyaan survei yang mesti dijawab. Pertanyaan
ini tidak akan berpengaruh pada hasil ujian nantinya. Ujian kemudian dimulai ketika
soal-soal berikutnya muncul. Sebanyak 30 soal harus dijawab dalam waktu 15
menit. Jika tidak mencapai batasan nilai yang dipersyaratkan, akan dinyatakan
tidak lulus atau kalau kehabisan waktu dan juga tidak mencapai batasan nilai,
juga dinyatakan tidak lulus. Saya tidak tahu berapa passing grade-nya, yang jelas, saya menjawab semua soal dan
meskipun tak benar semua, saya akhirnya dinyatakan lulus.
Selepas
dari sana, lanjut ke ujian praktik. Awalnya saya mengira ujian praktinya akan
menggunakan simulator, tapi ternyata tidak. Saya diarahkan ke sebuah ruangan
terbuka yang di sana ada beberapa mobil dan motor yang terparkir. Itulah tempat
ujian praktik SIM ini. Setelah melapor dan menyetor berkas kepada petugas di
sana, saya akhirnya dipersilakan memulai ujian ini. Ujian praktiknya terlihat cukup
gampang, hanya memajukan mobil dari parkiran sambil berbelok ke kiri, kemudian
mundur dan memarkirnya lagi. Yang bikin sulit sebab harus dilakukan dengan satu
kali putaran setir. Kalau lebih, ya gagal. Tak hanya itu, sebelum saya memulai
ujian, di kanan-kiri mobil diletakkan dua pipa pendek sebagai pembatas. Kalau
mengenainya, ya sudah pasti gagal. Untungnya saya berhasil melwati ujian ini. Sudah
selesai? Belum. Setelah itu, saya pun harus mengartikan isyarat aba-aba dari
polisi lalu lintas. Untungnya lagi, beberapa gerakan bisa saya jawab tapi
kebanyakan tidak.
Sampai
pada tahap ujian praktik, saya merasa pengurusan SIM ini lancar-lancar saja.
Kalau sebelumnya ada yang bilang ujian-ujiannya sulit, nyatanya tidak demikian.
Ujian teorinya setidak-tidaknya tidak sesulit ujian nasional dan ujian
praktiknya bahkan lebih mudah dari berkendara di tengah kemacetan kota. Sampai
di sini, saya merasa sudah pantas lulus dan akan segera mendapat SIM. Namun akhirnya
pikiran itu kemudian berubah karena sebuah percakapan dengan salah seorang petugas
ujian praktik. Kira-kira seperti ini.
“Kau
bawa berapa uang?”
“150,”
jawab saya berbohong, sebab di dompet saya sebetulnya ada 190 ribu.
“Datang
lagi hari senin, tambah lagi 50, atau kapan-kapanlah kalau sudah ada uangnya,”
kata petugas itu sambil menyerahkan sebuah kertas kecil yang telah ditulis nama
saya di satu sisinya dan juga terdapat nama salah seorang lagi di sisi lainnya.
Berkas
saya disimpan di sana dan saya pulang dengan perasaan bingung antara lulus atau
tidak. Tapi terlepas dari itu, satu hal yang pasti: urusan SIM ini masih belum selesai.
Syebel ….
/Hari Keempat/
/Hari Keempat/
Saya kembali 12 hari berikutnya dengan membawa
Rp 200.000,00 di dompet. Tapi untungnya uang itu tidak pernah diminta. Entah
karena lupa atau mungkin karena banyak orang waktu itu. Yang jelas, ketika saya
perlihatan kertas kecil yang diberikan petugas itu, saya hanya diminta menuju ke
sebuah ruangan lain untuk melakukan semacam verifikasi berkas. Setelahnya, saya
diarahkan untuk membayar biaya pembuatan SIM di loket pembayaran. Itu saja.
Setelah membayar sebesar Rp 120.000,00 saya
beralih ke ruang cetak SIM. Sialnya lagi, SIM belum bisa dicetak. Blangko
kosong. Saya hanya diberi dua buah kertas: tanda bukti SIM sementara dan data
verifikasi. Untungnya, kedua kertas itu setara SIM. Itu artinya saya telah
mendapat izin untuk mengemudikan mobil. Tapi dengan itu pula, artinya saya
masih harus kembali lagi kalau SIM sudah dicetak. Urusan SIM ini masih belum
selesai-selesai juga. Syebel ….
/Hari
Kelima/
Setelah
menghubungi call centre beberapa kali
untuk menanyakan perihal SIM, tepat 63 hari berikutnya saya datang lagi.
Katanya SIM sudah dicetak dan sudah bisa diambil. Di ruang pelayanan itu, saya
meyerahkan dua buah kertas tanda bukti SIM sementara dan data verifikasi kepada
petugas loket penyerahan SIM. Tak butuh waktu lama untuk menunggu, nama saya
dipanggil dan kemudian SIM diserahkan. Urusan SIM ini akhirnya selesai.
***
Begitulah
kura-kura perihal urus-mengurus SIM ini. Terlihat lama memang. Tapi kalau saya
kira-kira, pengurusan SIM ini sebetulnya bisa selesai dalam waktu dua jam saja
atau bahkan kurang dari itu. Tetapi, pengurusan yang cepat dan tentunya juga
murah itu, dapat terjadi hanya dengan syarat dan ketetentuan berlaku. Cepat
apabila misalnya tidak ada penghentian pelayanan yang tiba-tiba dan juga blangko
SIM tersedia saat SIM mau dicetak. Pengurusan SIM juga akan murah apabila misalnya
tidak pakai calo, atau tidak ada oknum yang sedang rese yang bisa menguras uang. Sepertinya memang, dibutuhkan sebuah
keberuntungan agar terhindar dari beberapa kondisi-kondisi seperti itu. Untuk
itu, bagi kalian yang sedang dan ingin mengurus SIM, semoga beruntung.
Sudah,
itu saja.
Posting Komentar untuk "Cara Membuat SIM: Cepat dan Murah Jika Beruntung"