Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Membuat SIM: Cepat dan Murah Jika Beruntung

cara membuat sim
Sumber gambar: Pixabay.com


/Hari Pertama/
Saya berada di sebuah ruangan pemeriksaan kesehatan tatkala seorang lelaki yang telebih dahulu berada di sana menawari bantuan untuk mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM). Sontak saya menolak, pasalnya dia meminta bayaran Rp 375.000,00. Sangat mahal. Padahal, untuk membuat SIM, biayanya jauh di bawah itu. Untuk SIM A, SIM yang mau saya urus,itu misalnya, biaya untuk buat baru hanya Rp 120.000,00 dan kalau perpajangan, biayanya lebih murah lagi, yakni Rp 80.000,00. Sangat jauh berbeda dari tawaran lelaki tadi. Dari gelagatnya, saya cukup yakin kalau lelaki itulah yang disebut calo.
Siang itu, setelah membayar Rp 25.000,00 untuk biaya pemeriksaan dan mendapat surat keterangan berbadan sehat, saya segera meninggalkan ruangan pemerikasaan kesehatan itu untuk mempersiapkan kelengkapan berkas lainnya, yakni foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP). Persyaratan untuk memohon SIM baru memang cukup mudah, hanya foto copy KTP dan Surat keterangan berbadan sehat plus formulir registrasi tentunya. Formulir registrasinya sendiri, disediakan oleh petugas di Satuan Lalu Lintas (Satlantas) yang bersangkutan.
Setelah semuanya lengkap, saya menyerahkan semua kelengkapan berkas dalam sebuah map kepada seorang petugas yang bertugas di loket pendaftaran. Saya kemudian menunggu nama disebut untuk dapat melanjutkan ke proses selanjutnya. Di ruangan pelayanan itu telah banyak juga orang yang mengantre, baik yang duduk di kursi yang disediakan maupun yang berdiri karena tidak dapat tempat. Gambaran ruang pelayanannya sendiri, terdiri dari beberapa loket. Selain loket pendaftaran, juga terdapat loket pengambilan formulir registrasi, loket pembayaran untuk membayar biaya pembuatan SIM, dan loket penyerahan SIM kalau SIM-nya sudah dicetak. Semuanya berada dalam satu ruangan yang kalau misalnya dipakai untuk main bulutangkis, niscaya tidak akan muat.
Sialnya, baru beberapa saat menunggu, pelayanan tiba-tiba dihentikan. Katanya Presiden Jokowi telah tiba di (kotanya disensor saja yah) dan seluruh aparat harus menyambut kedatangan beliau. Saat-saat seperti ini, saya jadi benci pak Jokowi. Kenapa sih pakde ini datang saat saya sedang mengurus SIM? Uhh syebel dah ….

/Hari Kedua/
Ruang pelayanan itu sudah agak sepi saat saya datang kembali keesokan harinya. Petugas yang berada di loket pendaftaran memberikan map saya yang kemarin dan mempersilakan masuk ke sebuah ruangan lain untuk proses selanjutnya. Di sana data saya diinput menggunakan kemputer oleh seorang petugas lainnya. Kalau tidak salah ingat, katanya hal ini dilakukan untuk mengintegrasikan data SIM dengan data KTP. Entahlah, saya ngikut saja prosedurnya. Setelah itu, saya dipersilakan ke ruangan lainnya untuk proses pemotretan. Di sini, tak hanya potret wajah yang diambil, tapi sidik jari dan tanda tangan juga. Sampai di sini, data-data untuk pembuatan SIM sebetulnya sudah lengkap. Hanya saja, pemohon harus melewati dua prosedur penting lainnya: ujian teori dan praktik (katanya, untuk pengurusan perpanjangan SIM, tidak melewati dua ujian ini).
Sialnya lagi, saat saya hendak masuk ke ruangan ujian teori, kata petugasnya pelayanan sudah tutup. Apa yang salah? Hari itu saya tiba pukul sekitar 14.30 dan saya pikir, satu setengah jam adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan seluruh prosedur pembuatan SIM. Tapi ternyata, pelayanan tutup pada pukul 15.00 dan tidak ada pilihan lain bagi saya selain balik badan, simpan map di petugas loket pendaftaran dan segera pulang. SIM masih belum selesai. Syebel ….

/Hari Ketiga/
Sembilan hari berikutnya saya datang lebih awal. Sesampainya di ruangan ujian teori, seorang petugas meminta berkas saya. Dia kemudian memberikan semacam nomor registrasi. Di ruangan itu, telah tersedia banyak komputer yang berjejer rapi, mengigatkan saya pada laboratorium komputer sewaktu SMP dulu. Saya mengambil tempat dan memasukkan nomor registrasi tadi ke komputer agar dapat mengakses soal. Ujiannya memang menggunakan komputer dan serba otomatis. Hari itu ujian, hari itu juga diperoleh hasilnya.
Sebelum masuk ke soal-soal inti, ada 7 buah pertanyaan survei yang mesti dijawab. Pertanyaan ini tidak akan berpengaruh pada hasil ujian nantinya. Ujian kemudian dimulai ketika soal-soal berikutnya muncul. Sebanyak 30 soal harus dijawab dalam waktu 15 menit. Jika tidak mencapai batasan nilai yang dipersyaratkan, akan dinyatakan tidak lulus atau kalau kehabisan waktu dan juga tidak mencapai batasan nilai, juga dinyatakan tidak lulus. Saya tidak tahu berapa passing grade-nya, yang jelas, saya menjawab semua soal dan meskipun tak benar semua, saya akhirnya dinyatakan lulus.
Selepas dari sana, lanjut ke ujian praktik. Awalnya saya mengira ujian praktinya akan menggunakan simulator, tapi ternyata tidak. Saya diarahkan ke sebuah ruangan terbuka yang di sana ada beberapa mobil dan motor yang terparkir. Itulah tempat ujian praktik SIM ini. Setelah melapor dan menyetor berkas kepada petugas di sana, saya akhirnya dipersilakan memulai ujian ini. Ujian praktiknya terlihat cukup gampang, hanya memajukan mobil dari parkiran sambil berbelok ke kiri, kemudian mundur dan memarkirnya lagi. Yang bikin sulit sebab harus dilakukan dengan satu kali putaran setir. Kalau lebih, ya gagal. Tak hanya itu, sebelum saya memulai ujian, di kanan-kiri mobil diletakkan dua pipa pendek sebagai pembatas. Kalau mengenainya, ya sudah pasti gagal. Untungnya saya berhasil melwati ujian ini. Sudah selesai? Belum. Setelah itu, saya pun harus mengartikan isyarat aba-aba dari polisi lalu lintas. Untungnya lagi, beberapa gerakan bisa saya jawab tapi kebanyakan tidak.
Sampai pada tahap ujian praktik, saya merasa pengurusan SIM ini lancar-lancar saja. Kalau sebelumnya ada yang bilang ujian-ujiannya sulit, nyatanya tidak demikian. Ujian teorinya setidak-tidaknya tidak sesulit ujian nasional dan ujian praktiknya bahkan lebih mudah dari berkendara di tengah kemacetan kota. Sampai di sini, saya merasa sudah pantas lulus dan akan segera mendapat SIM. Namun akhirnya pikiran itu kemudian berubah karena sebuah percakapan dengan salah seorang petugas ujian praktik. Kira-kira seperti ini.
“Kau bawa berapa uang?”
“150,” jawab saya berbohong, sebab di dompet saya sebetulnya ada 190 ribu.
“Datang lagi hari senin, tambah lagi 50, atau kapan-kapanlah kalau sudah ada uangnya,” kata petugas itu sambil menyerahkan sebuah kertas kecil yang telah ditulis nama saya di satu sisinya dan juga terdapat nama salah seorang lagi di sisi lainnya.
Berkas saya disimpan di sana dan saya pulang dengan perasaan bingung antara lulus atau tidak. Tapi terlepas dari itu, satu hal yang pasti: urusan SIM ini masih belum selesai. Syebel ….

/Hari Keempat/
 Saya kembali 12 hari berikutnya dengan membawa Rp 200.000,00 di dompet. Tapi untungnya uang itu tidak pernah diminta. Entah karena lupa atau mungkin karena banyak orang waktu itu. Yang jelas, ketika saya perlihatan kertas kecil yang diberikan petugas itu, saya hanya diminta menuju ke sebuah ruangan lain untuk melakukan semacam verifikasi berkas. Setelahnya, saya diarahkan untuk membayar biaya pembuatan SIM di loket pembayaran. Itu saja.  
 Setelah membayar sebesar Rp 120.000,00 saya beralih ke ruang cetak SIM. Sialnya lagi, SIM belum bisa dicetak. Blangko kosong. Saya hanya diberi dua buah kertas: tanda bukti SIM sementara dan data verifikasi. Untungnya, kedua kertas itu setara SIM. Itu artinya saya telah mendapat izin untuk mengemudikan mobil. Tapi dengan itu pula, artinya saya masih harus kembali lagi kalau SIM sudah dicetak. Urusan SIM ini masih belum selesai-selesai juga. Syebel ….

/Hari Kelima/
Setelah menghubungi call centre beberapa kali untuk menanyakan perihal SIM, tepat 63 hari berikutnya saya datang lagi. Katanya SIM sudah dicetak dan sudah bisa diambil. Di ruang pelayanan itu, saya meyerahkan dua buah kertas tanda bukti SIM sementara dan data verifikasi kepada petugas loket penyerahan SIM. Tak butuh waktu lama untuk menunggu, nama saya dipanggil dan kemudian SIM diserahkan. Urusan SIM ini akhirnya selesai.

***

Begitulah kura-kura perihal urus-mengurus SIM ini. Terlihat lama memang. Tapi kalau saya kira-kira, pengurusan SIM ini sebetulnya bisa selesai dalam waktu dua jam saja atau bahkan kurang dari itu. Tetapi, pengurusan yang cepat dan tentunya juga murah itu, dapat terjadi hanya dengan syarat dan ketetentuan berlaku. Cepat apabila misalnya tidak ada penghentian pelayanan yang tiba-tiba dan juga blangko SIM tersedia saat SIM mau dicetak. Pengurusan SIM juga akan murah apabila misalnya tidak pakai calo, atau tidak ada oknum yang sedang rese yang bisa menguras uang. Sepertinya memang, dibutuhkan sebuah keberuntungan agar terhindar dari  beberapa kondisi-kondisi seperti itu. Untuk itu, bagi kalian yang sedang dan ingin mengurus SIM, semoga beruntung.

Sudah, itu saja.

Posting Komentar untuk "Cara Membuat SIM: Cepat dan Murah Jika Beruntung"