Tetanggaku yang Baik Hatinya
Ada ungkapan yang
mengatakan bahwa Tuhan bersama
para perantau yang jauh dari orangtua. Saya
setuju. Tapi, jika diturunkan lagi, ada kriteria yang spesifik, yang
merepresentasikan kedekatan dengan Tuhan lebih dari itu, yakni mahasiswa
rantau. Lebih spesifiknya lagi adalah yang ngekos,
berstatus tingkat akhir, dan jomblo.
Alasannya, selain harus
tegar menahan rindu berkumpul bersama keluarga, ia juga harus pasrah memenuhi
sebagian menu makanannya dengan Indomie. Kemudian, musti tegar pula jika di-bully pacaran sama operator, plus harus
sabar menghadapi dosen pembimbing dan penguji yang tingkahnya naudzubillah. Sungguh kesabaran
yang di atas rata-rata. Makanya, jenis mahasiswa rantau seperti di atas,
kemungkinan besar sangat disayang Tuhan. Jika tidak percaya, baca saja
dalilnya: Innallaha
ma’aashobirin. Iya toh
Syukurnya, saya masuk kategori seperti mahasiswa di atas. Bedanya, saya tidak ngekos. Saya tinggal berdua bersama sepupu di rumah salah seorang keluarga yang sudah lama tidak dihuni. Jadi, masak-masak sendiri dan nyuci-nyuci sendiri juga. Salah satu yang membedakan adalah, anak kos bayar uang kos, sementara saya tidak. Alias gratis… tis ...tis … dan tis.
Syukurnya, saya masuk kategori seperti mahasiswa di atas. Bedanya, saya tidak ngekos. Saya tinggal berdua bersama sepupu di rumah salah seorang keluarga yang sudah lama tidak dihuni. Jadi, masak-masak sendiri dan nyuci-nyuci sendiri juga. Salah satu yang membedakan adalah, anak kos bayar uang kos, sementara saya tidak. Alias gratis… tis ...tis … dan tis.
Sebagai mahasiswa dengan
tipe tersebut, membuat beberapa orang akhirnya peduli (baca:kasihan) dengan
saya. Termasuk tetangga yang tepat berada di samping rumah. Mereka sering
membawa lauk ke rumah dan memberikan dengan cuma-cuma. Kadang-kadang ikan
goreng, tempe goreng, perkedel, dan lain-lain. Yang sering membawanya adalah
seorang wanita paruh baya yang sering kita (saya dan sepupu) panggil nenek.
Kata bapak saya, mereka keluarga juga,tapi kekerabatannya jauh. Makanya
mungkin, selain karena memang kasihan, si nenek ini sering memberikan makanan
karena pertimbangan kekeluargaan. Tapi terlepas dari itu, soal pemberian
makanan ini, satu hal yang pasti: paling tidak kualitas makanan saya, akan di
atas daripada indomie.
Suatu hari saya sedang
sendiri di rumah sebab sepupu saya keluar kota untuk waktu yang lama. Sedekah
lauk si nenek ini semakin intens, yakni tiap hari. Pagi, sebelum saya keluar
rumah, nenek datang lagi membawa lauk. Begitu seterusnya. Saya sejujurnya
senang tapi diberikan makanan tiap hari seperti itu, ya tidak enak juga. Tapi
mau tidak mau tetap harus dimakan demi menghormati pemberiannya.
Hingga pada suatu hari
lauk pemberian si nenek tidak sempat saya makan. Hari itu saya terburu-buru
keluar sebab ada urusan. Lauk hanya saya letakkan di meja dan kemudian saya
tinggal. Seharian itu saya makan di luar dan ketika tiba di rumah, langsung
istirahat. Keesokan harinya ketika si nenek membawa lauk lagi, dia melihat lauk
kemarin belum tersentuh sama sekali. Saya jadi salah tingkah. Rasa-rasanya dia
menghardik saya “Dasar tidak tau diuntung, sudah dikasi makanan, ehh malah
tidak dimakan”.
Sebagai mahasiswa yang mendapatkan makanan gratis adalah sebuah kenikmatan, sungguh ini adalah perkara yang serius. Bagaimana tidak, bisa-bisa pasokan lauk-lauk itu akan terhenti. Kalau sudah begitu, risikonya adalah dompet akan lebih cepat menipis. Tapi, utungnya saja si nenek tidak tersinggung, dia tetap sering membawa makanan ke rumah. Bahkan di bulan ramadhan ini dia masih sering membawakan takjil ke rumah sebagai hidangan berbuka.
Sebagai mahasiswa yang mendapatkan makanan gratis adalah sebuah kenikmatan, sungguh ini adalah perkara yang serius. Bagaimana tidak, bisa-bisa pasokan lauk-lauk itu akan terhenti. Kalau sudah begitu, risikonya adalah dompet akan lebih cepat menipis. Tapi, utungnya saja si nenek tidak tersinggung, dia tetap sering membawa makanan ke rumah. Bahkan di bulan ramadhan ini dia masih sering membawakan takjil ke rumah sebagai hidangan berbuka.
Sungguh saya merasa
bersalah sejak kejadian itu. Tapi terlepas dari itu, lewat si nenek ini saya
jadi semakin yakin bahwa di dunia ini tidak kekurangan orang-orang baik. Mereka
bahkan hadir di sekitar kita. Saya teringat ceramah tarwih beberapa malam lalu,
bahwa sedekah ternyata dapat memanjangkan umur. Saya doakan semoga si nenek dan
keluarganya diberikan umur yang panjang. Amin.
#15HariMenulis
Posting Komentar untuk "Tetanggaku yang Baik Hatinya"