Resensi Buku Rumah Kertas" Karya Carlos Maria Dominguez: Rumah Kertas dan Obsesi yang Belum Terwujud
Sebelum
saya menjawab pertanyaan tersebut, saya akan menceritakan sebuah kisah luar biasa sekaligus gila dari buku yang
berjudul Rumah Kertas karya Carlos Maria Dominguez. Buku ini, seperti testimoni
New York Times di sampul belakangnya, betul-betul sukses menghantui saya jauh
sesudah buku saya tutup. Penulis kelahiran Buenos Aires tahun 1955 itu
menghadirkan buku ini dengan kekuatan paragraf pertama yang menurut saya cukup mengesankan:
“Pada
musim semi 1998, bu dosen Bluma Lennon
membeli satu eksemplar buku lawas poems
karya Emily Dickinson di sebuah toko buku di Soho, dan saat menyusuri puisi
kedua di tikungan jalan pertama, ia ditabrak mobil dan meninggal”.
Ya,
begitulah novel dibuka, dan itu berhasil membuat rasa penasaran saya berada pada puncak tertinggi untuk
menuntaskannya hanya dalam sekali duduk. Buku tipis setebal 76 halaman ini awalnya
memang bercerita tentang kematian seorang dosen di Universitas Cambride, Inggris
tadi. Namun kisah setelah itulah yang lebih menakjubkan, membawa para pembaca memasuki
belantara dunia pecinta buku dengan segala cerita yang mengejutkan.
Seorang teman Bluma yang menggantikan posisinya, kemudian mendapatkan sebuah paket misterius tanpa alamat pengirim yang ditujukan kepada Bluma berperangko Uruguay. Isinya sebuah buku karya Joseph Conrad terjemahan berbahasa Spanyol berjudul La Linea de Sombra. Anehnya, buku tersebut dipenuhi serpihan-serpihan semen seperti telah dibenamkan ke dalam adonan semen kemudian dicabut lagi. Keanehan-keanehan tersebut membuat rasa penasarannya semakin menjadi-jadi. Tak disangka ia memutuskan menelusuri asal buku itu hingga ke pengirimnya: Carlos Brauer.
Seorang teman Bluma yang menggantikan posisinya, kemudian mendapatkan sebuah paket misterius tanpa alamat pengirim yang ditujukan kepada Bluma berperangko Uruguay. Isinya sebuah buku karya Joseph Conrad terjemahan berbahasa Spanyol berjudul La Linea de Sombra. Anehnya, buku tersebut dipenuhi serpihan-serpihan semen seperti telah dibenamkan ke dalam adonan semen kemudian dicabut lagi. Keanehan-keanehan tersebut membuat rasa penasarannya semakin menjadi-jadi. Tak disangka ia memutuskan menelusuri asal buku itu hingga ke pengirimnya: Carlos Brauer.
Proses
pencarian asal-usul buku itu akhirnya membawanya ke Uruguay dan bertemu dengan
sejumlah orang yang bergelut dengan dunia buku. Ia bertemu Dinarli, seorang
pemilik toko buku lawas, salah satu yang terbaik di Montevideo. Ia pun bertemu
Delgado, seorang pecinta buku yang memiliki perpustakaan dengan koleksi buku sekitar
delapan belas ribu buku. Dari Delgado inilah ia mendapatkan informasi mengenai
Brauer. Carlos Brauer ternyata adalah seorang yang sangat bernafsu dengan buku.
Ia menghabiskan banyak uangnya hanya demi buku. Kamarnya dipenuhi buku-buku
yang ditumpuk dari lantai hingga plafon. Buku-bukunya juga bertumpukan di dapur
dan kamar mandi. Bahkan, anak tangga naik ke loteng juga dipenuhi buku-buku. Ia
mempunyai koleksi buku yang sangat banyak yang bisa jadi sekitar dua puluhan
ribu koleksi (hal. 29).
Brauer
mengisi waktunya dengan membaca seharian dan bahkan semalaman. Nafsu yang besar
terhadap buku ini, membuat tindakan-tindakan Brauer kadang di luar logika
sejumlah temannya. Pernah suatu kali ia memberikan mobilnya kepada temannya
hanya karena ingin mengisi garasi dengan buku. Hal lainnya, ia pernah berujar, “aku
senggamai tiap buku-buku, dan kalau belum ada bekasnya, berrarti belum orgasme”.
Hal-hal semacam itulah yang membuat ia dikatakan “gila”.
Fakta-fakta
semacam itu yang akhirnya diperoleh oleh kawan dari Bluma tadi. Kegilaan-kegilaan
Brauer terhadap bukulah yang akhirnya ia dapati dari pengembaraanya itu. Kegilan
Brauer itu jugalah yang akhirnya menjawab pertanyaan kenapa buku Joseph Conrad dipenuhi
kerak semen. Lantas apakah yang menyebabkan buku La Linea De Sombra tersebut
seperti itu? Kalau soal itu baca saja sendiri.
Tapi terlepas dari itu, saya selalu meyakini bahwa setiap penulis selalu menyampaikan pesan-pesan dalam setiap tulisannya. Melalui Rumah Kertas ini juga, Carlos Maria Dominguez menitipkan pesan-pesan literasi yang sangat mencolok. Ia bercerita tentang perpustakaan, buku-buku, kolektor buku, pecinta buku, dan segala yang berkaitan dengan hal itu. Ia seperti menegaskan betapa buku mampu mempengaruhi perilaku pembacanya. Ia pun menyampaikan pesan tersirat betapa pentingnya perpustakaan sebab menurutnya membangun perpustakaan adalah mencipta kehidupan (hal 26).
Tapi terlepas dari itu, saya selalu meyakini bahwa setiap penulis selalu menyampaikan pesan-pesan dalam setiap tulisannya. Melalui Rumah Kertas ini juga, Carlos Maria Dominguez menitipkan pesan-pesan literasi yang sangat mencolok. Ia bercerita tentang perpustakaan, buku-buku, kolektor buku, pecinta buku, dan segala yang berkaitan dengan hal itu. Ia seperti menegaskan betapa buku mampu mempengaruhi perilaku pembacanya. Ia pun menyampaikan pesan tersirat betapa pentingnya perpustakaan sebab menurutnya membangun perpustakaan adalah mencipta kehidupan (hal 26).
Lantas,
apa kaitannya buku ini dengan pertanyaan pada pembuka tulisan ini? Begini, saya
memiliki obsesi membaca banyak buku, membangun perpustakaan
sendiri seperti dalam cerita ini, dan itu belum terwujud. Membangun perpustakaan sendiri adalah salah satu hal yang belum sempat saya lakukan. Dengan membaca banyak buku dan membangun perpustakaan sendiri, saya yakin akan menopang hal yang belum sempat saya lakukan lainnya: menulis buku.
#15HariMenulis
Ceritanya pengantarnya keren! Bikin penasaran :D
BalasHapusYakinka ini gara2 ada paragraf pertamanya Dominguez. Bikin penasaran memang pembukanya itu buku kak.
HapusMemiliki banyak buku itu bagus, tapi camkan anak muda: milikilah hanya satu buku nikah! cukup satu saja, jangan lebih
BalasHapusttd,
orang tua
hahaha
Kalau mau lebih, nanti di tappe istri. Hahaha
Hapus