Kesan-Kesan Mengenai Buku Terbaik Versi Diri Sendiri
Ilustrasi: Pixabay.com |
Salah satu hal yang sangat saya sesali selama ini adalah terlambat merasakan kenikmatan membaca buku. Baru kurang lebih tiga tahun belakangan ini, buku–meski belum bisa dikata sebagai kebutuhan–bisa dibilang telah mampu menurunkan intensitas saya menonton TV. Buku fiksi macam novel, cerpen, dan puisi, sukses membuat saya menyimpulkan bahwa saya tidak akan pernah merasa sendiri asalkan bersama buku. Makanya, ketika bepergian, paling tidak, ada satu atau dua buku yang saya bawa.
Dari pembacaan-pembacaan terhadap ribuan beberapa buku tersebut, saya menjumpai banyak tulisan-tulisan yang disajikan dengan sangat apik oleh penulisnya. Ada yang membuat saya terdorong untuk terus membaca lebih banyak buku, ada yang membuat saya penasaran dari halaman ke halaman, hingga ada yang membuat saya merasa greget di akhir tulisan. Di antara buku-buku itu, berikut ini adalah lima yang terbaik, meski sebetulnya sangat sulit menentukan mana buku paling baik sebab menurut saya setiap buku punya nilainya masing-masing. Tapi buku di bawah ini setidak-tidaknya telah menyisakan kesan yang cukup berbeda setelah saya membacanya.
Bumi Manusia
Suatu hari di tahun 2014 kalau tidak salah, saya meminjam buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dari salah satu rak perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Kalau saya tidak salah lagi, itu adalah buku ketiga setelah saya menuntaskan dwilogi Saman-Larung karya Ayu Utami yang saya pinjam juga dari rak yang sama. Itu adalah fase-fase awal di mana saya menyukai karya sastra.
Awalnya saya hanya penasaran dengan Pram, sebab kalimat-kalimatnya kerap kali dikutip oleh senior-senior di kampus. Akan tetapi, setelah membaca Bumi Manusia, saya semakin penasaran untuk membaca karya-karyanya yang lain. Alhasil, hingga hari ini Pram menjadi penulis yang karyanya paling banyak saya baca.
Apa yang membuat Bumi Manusia ini begitu berkesan sebab Pram menghadirkan tokoh-tokoh intelek yang mencintai baca-tulis. Kalau ada yang pernah membacanya, tokoh Minke adalah seorang penulis dan Nyai Ontosoroh, yang meskipun seorang gundik, ia adalah pembaca. Saya ingat betul dengan dua tokoh itu. Pram menghadirkan kisah-kisah bagaimana tulisan dan bacaan dapat begitu berpengaruh. Terlebih, saat itu juga adalah fase awal saya mulai belajar menulis, dan Bumi Manusia seakan menegaskan bahwa menulis bukanlah pekerjaan yang main-main. Saya selalu menempatkan Bumi Manusia sebagai buku yang paling berkesan buat saya sebab ia seperti pondasi yang membawa saya menggandrungi dunia baca-tulis.
Apa yang membuat Bumi Manusia ini begitu berkesan sebab Pram menghadirkan tokoh-tokoh intelek yang mencintai baca-tulis. Kalau ada yang pernah membacanya, tokoh Minke adalah seorang penulis dan Nyai Ontosoroh, yang meskipun seorang gundik, ia adalah pembaca. Saya ingat betul dengan dua tokoh itu. Pram menghadirkan kisah-kisah bagaimana tulisan dan bacaan dapat begitu berpengaruh. Terlebih, saat itu juga adalah fase awal saya mulai belajar menulis, dan Bumi Manusia seakan menegaskan bahwa menulis bukanlah pekerjaan yang main-main. Saya selalu menempatkan Bumi Manusia sebagai buku yang paling berkesan buat saya sebab ia seperti pondasi yang membawa saya menggandrungi dunia baca-tulis.
Lelaki Harimau
Saya membeli buku ini setelah sempat menyaksikan Eka Kurniawan diberikan penghargaan World Reader’s Award pada MIWF 2016. Apa yang membuat buku ini berkesan sebab di akhir cerita Eka membuat saya merasakan kemarahan yang sama seperti tokoh utamanya. Dari sebuah workshop kepenulisan cerita yang pernah saya ikuti, pembicaranya berkata bahwa cerita yang baik adalah cerita yang setidak-tidaknya membuat penonton atau pembacanya berkata “ohh begitu”. Tapi Eka bukan hanya membuat saya berkata ohh begitu, akan tetapi, juga kata hardik semacam bangsat, sial, dan kawan-kawannya. Berkat itu, saya semakin yakin karya Eka sangat patut terpajang dalam rak koleksi saya.
Animal Farm
Buku ini berkisah tentang pemberontakan yang dilakukan para binatang ternak seperti Babi, Kuda, Ayam dan binatang ternak lainnya terhadap majikannya. Selama ini tenaga mereka dikuras untuk kepentingan manusia, dan menurut mereka pemberontakan itu perlu dilakukan. Hasilnya, mereka sukses merebut peternakan dan mengelola peternakan itu lewat cara mereka sendiri. Mereka menamai tempat mereka dengan nama Peternakan Binatang.
Cerita yang diramu George Orwell ini mengingatkan saya pada kisah-kisah pemberontakan kaum buruh, dan saya yakin memang karena itu ia menuliskannya. Kisah semacam itu seharusnya ada pada buku-buku sejarah. Namun Orwell menyajikannya dengan ciamik melalui tokoh-tokoh binatangnya. Apa yang membuat buku ini begitu unik adalah cerita besar yang disajikan dengan sesuatu yang tak terduga, yakni binatang. Kenapa saya tidak bisa melakukan hal yang sama? Orwell sukses membuat saya cemburu.
Rumah Kertas
Rumah Kertas memang hanya buku tipis setebal 76 halaman, akan tetapi ia akan membawa pembaca memasuki dunia para pecinta buku. Bagaimana tidak, dari awal, kisah dibuka dengan kematian tragis gara-gara buku. Kemudian sepanjang cerita setelahnya tentunya juga menyangkut buku: perpustakaan, kolektor buku, pecinta buku, dan obsesi-obsesi tentang buku yang unik dan gila.
Buku ini sukses membuat saya terobsesi membaca banyak buku dan membangun perpustakaan sendiri. Membayangkan buku-buku bacaan yang berjejer di perpustakaan sendiri adalah cita-cita yang belum kesampaian. Terima kasih Carlos Maria Dominguez, kamu sukses menjejalkan pertanyaan kapan impian itu bisa terwujud ke kepala saya.
Buku ini sukses membuat saya terobsesi membaca banyak buku dan membangun perpustakaan sendiri. Membayangkan buku-buku bacaan yang berjejer di perpustakaan sendiri adalah cita-cita yang belum kesampaian. Terima kasih Carlos Maria Dominguez, kamu sukses menjejalkan pertanyaan kapan impian itu bisa terwujud ke kepala saya.
Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi
Saya adalah tipe pembaca yang selalu tertarik jika ada buku yang mendapatkan banyak perbincangan. Buku Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi ini dinobatkan sebagai buku Indonesia terbaik versi majalah Rolling Stone Indonesia tahun 2016 dan itu sukses membuat saya penasaran dengan cerita semacam apa yang dihadirkannya. Di sampul depannya tertulis sebuah dongeng karya Yusi Avianto Pareanom, dan benar membaca buku ini seperti membaca dongeng. Sangat menarik, sebab banyak kisah-kisah yang mungkin saja sering kita dengar, dan itu diramu menjadi satu jalan cerita yang baru. Saya tidak tahu atas dasar apa buku ini menjadi yang terbaik oleh majalah Rolling Stone, yang jelas paragraf pertama dalam novel ini adalah salah satu paragraf pertama terbaik yang pernah saya baca.
#15HariMenulis
#15HariMenulis
Posting Komentar untuk "Kesan-Kesan Mengenai Buku Terbaik Versi Diri Sendiri"