Budaya Mandar "Sibaliparriq": Peranan Perempuan dan Persamaan Gender Manusia Mandar
![]() |
Sumber ilustrasi: pixabay.com |
Mandar
memang selalu menjadi hal menarik untuk diperbincangkan. Tentang sejarah,
budaya, ataupun kesenian adalah beberapa hal yang menarik di Tanah Mandar. Dari sejarah misalnya, Mandar memiliki
rentetan-rentetan cerita yang amat panjang yang mewarnai perjalanan Mandar
hingga sekarang. Mulai dari zaman kerajaan Pitu
Baqbana Biananga-Pitu Ulunna Salu, zaman pergerakan nasional hingga sampai
ke zaman modern. Kemudian dari hal budaya, ada tradisi Sayyang Pattuqduq (Kuda Menari) yang setiap tahunnya masih diadakan
di Mandar. Ada juga tradisi-tradisi
bahari, seperti Sandeq, Roppong, ataupun Motangnga. Kemudian tak kalah menariknya dari aspek kesenian, kesenian
Mandar juga beragam dan memiliki warna khas tersendiri. Ada Kacaping, Gonggaq, Keke hingga Calong adalah alat berbagai alat musik
tradisional khas Mandar. Melihat ke semua hal tersebut menjadikan Mandar penuh
warna untuk diceritakan, penuh rasa untuk diungkapkan.
Tapi
selain hal di atas, sebetulnya masih banyak hal menarik lainnya tentang Mandar.
Salah satunya adalah mengenai kehidupan sosial masyarakatnya. Banyak
konsep-konsep yang terbentuk dalam kaitannya hubungan orang-perorang di Tanah
Mandar. Pernah dengar tentang Sibaliparriq?
Konsep ini adalah adalah konsep berbagi peran di Mandar. Berbagi peran antara
suami dan istrinya, berbagi peran antara laki-laki dan perempuan.
Sibaliparriq, jika kita telusuri dari asal katanya maka terbagi atas dua, yakni Bali dan Parriq. Bali bermakna jawab, lawan, musuh. Jika kita tambahkan awalan Si yang bermakna saling, maka Sibali akan bermakna saling jawab, saling lawan, atau saling musuh atau bisa juga bermakna berlawanan, atau bertanding. Sedangkan Parriq sendiri bermakna susah, atau kesusahan. Jadi sibaliparriq dapat bermakna saling menghadapi kesusahan atau sederhananya adalah saling membantu.
Sibaliparriq, jika kita telusuri dari asal katanya maka terbagi atas dua, yakni Bali dan Parriq. Bali bermakna jawab, lawan, musuh. Jika kita tambahkan awalan Si yang bermakna saling, maka Sibali akan bermakna saling jawab, saling lawan, atau saling musuh atau bisa juga bermakna berlawanan, atau bertanding. Sedangkan Parriq sendiri bermakna susah, atau kesusahan. Jadi sibaliparriq dapat bermakna saling menghadapi kesusahan atau sederhananya adalah saling membantu.
Seperti
yang dikatakan sebelumnya bahwa Sibaliparriq
adalah konsep berbagi peran, yang dimaksudkan disini adalah istri mengambil
peran suami dan begitupun sebaliknya. Inti dari konsep ini sebenaranya adalah
saling kerjasama. Konsep Sibaliparriq
ini kita bisa ilustrasikan dari kehidupan nelayan yang ada di Mandar. Misalnya
ketika sang suami pergi melaut untuk jangka waktu tertentu, maka dapat
dipastikan tak ada pemasukan ekonomi dalam hal ini adalah uang. Disinilah istri
berperan, sang istri melakukan berbagai aktivitas ekonomi untuk menopang
perekonomian rumah tangganya. Aktivitas itu dapat berupa Manetteq (menenun) kain sutera Mandar, untuk kemudian dijual. Atau
bisa juga dengan menjual ikan ataupun berdagang. Konsep Sibaliparriq juga dapat terlihat ketika sang suami telah datang
dari melaut, sang istri mengambil alih tangkapan suami. Tanggung jawab suami
hanya sampai disana, urusan selanjutanya terserah sang istri apakah mau menjual
ikannya, ataukah mengolahnya menjadi masakan untuk dikonsumsi.
Dari
ilustrasi di atas, kita bisa melihat bagaimana sang istri mengambil alih peran
suami sebagi pencari nafkah dan kepala rumah tangga. Hal ini tentunya
menimbulkan pertanyaan. Bukankah ini berarti peran istri lebih banyak dari
suami? Istri yang sudah bertugas untuk mengurus anak, suami dan urusan rumah
tangga lainnya, kemudian harus bertugas lagi untuk mencari uang. Bukankah
kontribusi sang istri justru lebih banyak? Katanya berbagi peran, tapi kenapa
justru peran istri lebih banyak? Memang benar peran istri lebih banyak. Tetapi,
peran untuk mengurus keluarga merupakan kewajiban seorang perempuan sebagai
seorang istri. Mencari uang hanyalah niat tulus istri untuk membantu suami. Sibaliparriq sebenarnya bukanlah sebuah
keharusan dimana istri harus melaksanakan tugas suami, namun sibaliparriq
adalah bentuk kesadaran. Kesadaran untuk saling gotong royong dan saling
kerjasama dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Istri melaksanakan hal tersebut
bukan karena paksaan atau perintah suami tetapi atas kesadaran sendiri. Toh
ketika istri pergi mencari uang dengan menjual ikan tangkapan, peran istri
untuk menjaga dan merawat anak kemudian diambil alih oleh sang suami. Istri
membantu suami dan suami membantu istri, inilah inti dari konsep Sibaliparriq. Ini sesuai yang dikatakan
oleh Ridwan Alimuddin dalam bukunya Mandar Nol Kilometer bahwa Sibaliparriq adalah konsep yang berarti
suami dan istri masing-masing adalah subyek dalam menanggulangi bersama
permasalahan rumah tangga, baik masalah sosial (merawat dan mendidik anak) sampai
masalah ekonomi (keuangan).
Konsep Sibaliparriq juga dapat kita temukan dalam hal pembuatan makanan. Misalnya dalam pembuatan Pupuq, makanan khas Mandar yang terbuat dari ikan. Laki-laki bertugas untuk menumbuk bahan-bahannya, sedangkan tugas untuk mengolah dan menyajikan diserahkan kepada perempuan. Begitupun dalam pembuatan Gogos, makanan yang terbuat dari beras ketan ini, biasanya di Putiq (kemas) oleh wanita dengan daun pisang. Kemudian yang bertugas membakar Gogos-nya adalah sang laki-laki. Namun meskipun bergitu, konsep Sibaliparriq sebenarnya diidentikkan dengan budaya bahari, karena suami meninggalkan anak-istrinya dalam waktu yang cukup lama ketika saat melaut. Ini menyebabkan kewajiban istri akan lebih banyak selama suaminya masih berada di laut.
Konsep Sibaliparriq juga dapat kita temukan dalam hal pembuatan makanan. Misalnya dalam pembuatan Pupuq, makanan khas Mandar yang terbuat dari ikan. Laki-laki bertugas untuk menumbuk bahan-bahannya, sedangkan tugas untuk mengolah dan menyajikan diserahkan kepada perempuan. Begitupun dalam pembuatan Gogos, makanan yang terbuat dari beras ketan ini, biasanya di Putiq (kemas) oleh wanita dengan daun pisang. Kemudian yang bertugas membakar Gogos-nya adalah sang laki-laki. Namun meskipun bergitu, konsep Sibaliparriq sebenarnya diidentikkan dengan budaya bahari, karena suami meninggalkan anak-istrinya dalam waktu yang cukup lama ketika saat melaut. Ini menyebabkan kewajiban istri akan lebih banyak selama suaminya masih berada di laut.
Selain
kerjasama, gotong royong, dan saling membantu, Sibaliparriq juga bermakna tanggung jawab. Tanggungjawab orangtua
kepada anak, tanggungjawab orangtua kepada rumah tangga untuk tetap bertahan
hidup. Bahkan konsep ini pun merupakan tanggungjawab manusia kepada sang Khalik
untuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mencermati
hal di atas, dapat pula dikatakan bahwa Sibaliparriq
setara dengan konsep persamaan gender. Bahwa laki-laki dan perempuan itu setara.
Peranan perempuan Mandar tak hanya sebatas dapur, Ia telah menembus sekat-sekat
itu. Emansipasi wanita yang dicetuskan oleh R.A Kartini di Indonesia, bisa
dibilang jauh-jauh hari sebelumnya telah terlaksana di tanah Mandar. Perempuan
Mandar tak hanya menjadi penjaga anak atau pengurus suami semata, akan tetapi
perempuan Mandar telah melampaui hal tersebut bahkan telah terjun keranah
publik. Dalam konteks kekinian kita bisa melihat peran-peran perempuan Mandar
diranah politk dimana banyak perempuan Mandar yang menjadi anggota DPR. Banyak
juga perempuan Mandar yang menjadi tenaga pengajar semisal guru ataupun dosen,
atau menjadi pegawai negeri dan lain sebagainya. Konsep Sibaliparriq memang hanya sebatas warisan nenek moyang, namun
konsep tersebut akan tetap hidup dihati orang-orang Mandar. Dihati Manusia
Mandar.
Daftar
Rujukan
Alimuddin,
M.R. 2011. Mandar Nol Kilometer Membaca
Mandar Lampau dan Hari ini. Yogyakarta : Ombak
Dirawan,
G.D. 2009. Konsep Sibali Parri Kesetaraan
Gender Dalam Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Mandar. Jurnal Kajian
Perempuan Bunga Wellu. Volume 14, No.1, hal. 45-54.
Muthalib,
Abdul. 1976. Kamus Mandar-Indonesia.
http://1rmayani.blogspot.co.id/
(Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015)
http://mandaronline.blogspot.co.id/2007/09/sibaliparriqperangandaperempuan.html (diakses pada Tanggal 25 Oktober 2015)
Implementasi kesetaraan gender dalam praktek Sibaliparriq di Mandar, menarik untuk dianalisa lebih dalam. Sibaliparriq, jika dipersempit pada konteks bahari yang dijelaskan dalam tulisan di atas, bahwa itu awalnya terkait dengan peran perempuan (istri) saat laki-laki (suami) melaut, menarik bagi saya untuk mendalami kondisi istri-istri tersebut. Dalam tulisan di atas sebenarnya juga telah sedikit mengangkat bahwa apakah itu justru tidak menjadikan peran ganda bagi istri..??? Meski kemudian dijawab tidak, namun apakah memang faktanya suami ketika di darat, dia meggantikan peran istri mengurusi rumah tangga, anak atau dalam hal ini domestik, ketika istrinya mengambil alih tugas untuk menjual hasil tangkapan sang suami..??? Trus bagaimana akses perempuan/istri terhadap pendidikan dll..????
BalasHapusAnalisa dalam tulisan diatas sebenarnya masih sangat lemah karena hanya merujuk dari referensi bacaan saja. Masih butuh riset mendalam dalam hal ini yakni terjun langsung melihat kehidupan nelayan mandar. Dan itu yang saya tidak lakukan. Saya minta maaf sahabat masita, karena saya tidak berani menjawab pertanyaan dari sahabat. Ya karena itu td, saya tidak pernah berbaur langsung dengan nelayan mandar. Alangkah baiknya sahabat bertanya langsung kepada penulis yang saya rujuk. Atau mungkin sahabat Masita ini tertarik untuk meneliti nelayan mandar? Hehehe. Sekali lagi minta maaf yah ....
Hapus