Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Air Terjun Parangloe: Antara aku dan Kebersamaan

air terjun parangloe
Sumber ilustrasi: pixabay.com


Bagiku alam itu ketenangan. Keheningan menuju penat yang terlapang.
Bagiku alam itu keteduhan.  Kesejukan api-api lentera malam.
Bagiku alam itu keindahan. Dari puncak kau memandang, dari dasar kau membuang, segalanya kau merasakan Tuhan.
Alam itu waktu yang terbuang. Dimulai dengan angan angan dan pergi dengan membawa kenangan.
Alam itu ikatan. Ikatanku dengan kebersamaan. Aroma sisa pembakaran, dan candaan teman diperapian adalah jejak-jejak kerinduan.
Antara aku dan dia tak ada retas yang batas, tak ada dinding pembatas.
Antara aku dan dia adalah pelepas dahaga. Dahagaku akan beban-beban. Dahagaku akan kesibukan.
Alam itu misteri, penuh  teka-teki. Menerka-nerka apa sebab yang datang.
Padahal suara-suara itu dari Tuhan, gerak-gerik dari sang pencipta alam.
Aku mengimpi keadilan yang seharusya kupersembahkan kepada yang meberiku kehidupan.
Syukur kepada Tuhan dan pegang erat sang alam adalah jawaban.
Gesekankiu dengan Tuhan adalah gesekanku dengan alam.
Sapaanku dengan Alam adalah sapaanku dengan Tuhan.
Aku mengimpi keadilan. Karena hidup adalah, Kau, Alam dan Tuhan.

        ~Makassar, 22 Oktober 2015~


Saya memiliki impian untuk travelling. Keliling Sulawesi, keliling Indonesia bahkan keliling dunia. `mengunjungi tempat-tempat wisata atau tempat-tempat unik lainnya di berbagai penjuru muka bumi. Naik gunung, tour motor ke kota-kota, pantai pasir putih dengan airnya yang biru, air danau yang begitu banyak dengan kawahnya yang luas adalah sebagian dari khayalan saya tentang travellig. Amazing bukan! Jalan-jalan adalah salah satu  cara terbaik untuk menghabiskan waktu. Travelling menjadi Sesuatu yang sangat menyenangkan. Terlebih jika dilakukan dengan orang-orang yang dekat dengan kita. Keluarga, teman-teman ataupun pasangan misalnya. Dengan travelling memberikan rasa kepuasan tersendiri kepada saya. Kepuasan yang memiliki aroma khas yang berbeda.
Lantas apa yang kau dapat dari travelling seperti itu? Hanya kepuasan semata? Tidaklah. Paling tidak kita dapat pengalaman. Megendarai motor dengan jarak ber kilo-kilometer adalah pegalaman, membawa tas besar yang berisi peralatan kemah adalah pengalaman, berjalan dihutang dengan kaki yang sangat lelah adalah pengalaman, memasang tenda, meyaring air, memasak makanan adalah pengalaman, bahkan cerita dan candaan dengan kawan adalah pengalaman. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa “pegalaman adalah guru yang terbaik” maka travellig bisa menjadi salah satu guru terbaikmu. Pengalaman-pengalaman itu akan membantumu dan akan menjadi kenang-kenang di masa tuamu
Tak terkecuali kemarin, salah satu agenda jalan-jalan telah sukses saya lalui. Siangnya, saya dan teman-teman tiba kembali di Makassar setelah melakukan camping di kawasan Air Terjun Parangloe, Gowa. Tapi makna lainnya adalah itu  berarti saya akan kembali ke rutinitas. Tugas-tugas kuliah yang menumpuk untuk dikerja, artikel-artikel yang terbuka untuk dibaca, ruang kuliah yang siap menunggu, dan tatapan dosen yang tajam siap menusuk.
Malam ini pun akhirnya terasa berbeda. Jika sebelumnya saya duduk ditemani sepoi angin malam, maka sekarang saya ditemani hembusan angin sang kipas angin. Jika sebelumnya saya menghangatkan tubuh dengan bara api yang yang dibakar dari kayu-kayu yang dipungut sendiri, maka sekarang ruang kamar menjadi penghangat yang setia. Jika sebelumnya ditengah gelapnya malam saya ditemani cahaya bulan dan bintang, maka hari ini cahaya bohlam lampu yang menempel erat dilangit-langit kamar menjadi penerang yang begitu canggih.  Malam itu penuh dengan kesunyian, keheningan dan kehangatan yang jarang saya dapatkan.
Sedikit cerita tentang air terjun parangloe ini, kami berangkat dengan jumlah sebelas orang termasuk saya.  Dua cewek dan sembilan cowok. Kesemuanya adalah teman kelas saya dikampus. Enam sepeda motor adalah kendaraan yang kami gunakan. Kami kemudian tiba dilokasi sekitar pukul tigaan sore dihari rabu. Perjalanan sekitar satujaman dialaui sebelumnya dari kota Makassar menuju arah Malino. Kemudian dari lokasi parkiran motor dengan lokasi air terjun sekitar setegah jam perjalan kaki. Cukup melelahkan dengan jalan berbatu dan cukup berdebu melewati kawasan hutan.. Sempat salah arah, tapi tak mengapa cukup dinikmati. Ditengah perjalanan kami berjumpa pengunjung lain dari dalam yang mengendarai motor. “ohh ternyata bisa naik motor” pikirku. Tapi mengingat medan jalanan yang agak terjal berbatu, agaknya mereka terlalu memaksakan. Kami sempat bertanya ke mereka mengenai lokasi air terjun. Mereka bilang  banyak genangan, tak ada air yang terjun. “Aduh nda keren ini” pikirku pertama setelah mendengar itu. Namanya juga air terjun, yah mestinya harus ada air yang terjun dong agar dapat sisi indahnya. Tapi ahh sudahlah, perjalan tetap berlanjut. Kami tiba sekitar pukul empat dilokasi. Terdapat beberapa penjual minuman ternyata  di sekitar kawasan ini, menandakan bahwa tempat ini memang sering-sering dikunjungi.
Kering. Itulah kesan pertama yang saya dapat.  Meskipun terdapat aliran air, namun itu sangat sedikit. Sangat terasa kemarau panjang membuat kawasan ini terkena dampaknya juga. Banyak genangan disana-sini. Suara air yang terjatuh ada, namun hanya dibeberapa titik. Hanya dibeberapa titik air masuk menusuk dicelah batu hingga mengalir kebawah.  Kesan lain yang saya dapat adalah Batu. Iyah Batu. Banyak batu-batu besar disana. Tepat setelah tiba dilokasi, saya langsung menuju ke puncak. Sangat indah, hamparan batu-batu dibawah terlihat kecil. Tebing batu-batu raksasa menjadi daerah aliran air hingga terjatuh kebawah. Tingginya mungkin sekitar 50an meter dan lebar sekitar 20an meter. Saya bayangkan jika debit airnya banyak, kawasan ini akan sangat indah. Hamparan batu-batunya mengingatkan saya kepada “batu meqqappar” yang ada di Mandar. Agak berbeda memang namun hampir serupa.
Lain diatas, lain pula dibawah. Lepas dari puncak, kami bergegas menuju kebawah. Lereng bukit yang curam dan terjal dan beban berat dipunggung membuat kehati-hatian dibutuhkan untuk menuruni bukit tersebut. Dua buah bukit dikiri-kanan dan tebing tinggi dihadapan membuat suara bergema. Lagi-lagi saya membayangkan jika debit airnya banyak, akan sangat luar biasa tempat ini. Tepat sebelum maghrib dua tenda sudah berdiri. Satu diatas batu besar dan satunya lagi diatas endapan pasir sungai. Kompor disulut, makanan disiapkan. Kayu bakar dicari dan air untuk konsumsi dibeli. Tak lupa, foto-foto dan seflie-selfie atau apalah namanya menjadi bagian kehangatan sore itu.
Malam harinya selepas santap, waktu dihabiskan dengan bernyani-nyanyi, carita-cerita dan candan-candaan ditemani api unggun yang menghangatkan dinginnya malam. Suara-suara gesekan daun diterpa angin, suara pesawat lalu-lalang, dan cahaya bintang dan bulan menjadi teman lain dalam malam panjang itu. Yang saya suka dari hal semacam ini adalah, saya seperti tak punya beban. Semua serba mengasyikkan. Pikiran-pikiran lainnya serasa menghilang bak ditelan gelapnya malam yang sunyi oleh keheningan. Ini akan menjadi cerita tersendiri dalam lemabaran-lemabaran perjalanan hidup. Esok paginya, kami angkat kaki. Bergegas menuju kota perantauan kembali.
Beda momentum beda rasa. Moment hari ini tentunya akan berbeda dengan hari esok. Saya besyukur bisa ikut dalam perjalanan kali ini bersama teman-teman seperjuangan dibangku kuliah. Saya sudah kurang lebih tiga tahun bersama mereka, itu berarti kebersamaan dengan mereka kurang lebih satu tahun lagi. Sebisa mungkin saya harus menyempatkan waktu jika ada hal semacam ini lagi.  Sekarang saja, yang hanya disibukkan dengan kuliah sangat sulit untuk mendapatkan waktu, bagaimana nantinya jika telah selesai kuliah, jika telah bekerja, jika telah berkeluarga, maka akan sulit lagi menikmati kebersamaan tersebut.  
Saya pernah membaca, bahwa salah satu hal terbaik dari masa kuliah adalah kamu dapat melihat kawan-kawanmu berkembang. Berkembang menjadi pribadi yang dewasa. Maka itu saya menjadi orang yang termasuk beruntung, bisa menikmati kebersamaan dengan kawan-kawan yang berproses menjadi dewasa.

Posting Komentar untuk "Air Terjun Parangloe: Antara aku dan Kebersamaan"