Sepenggal Cerita dari MIWF 2015
Kali
ini saya mau berbagi cerita tentang
pengalaman saya setelah mengikuti Workshop Penulisan dan pengembangan
Cerita bersama Ifan Ismail. Kegiatan ini adalah rangkaian dari acara di MIWF.
Tapi sebelum saya lanjut, saya mau tanya
dulu, ada yang kenal dengan MIWF? MIWF itu merupakan singkatan dari Makassar International Writers Festival.
Festival ini adalah salah satu festival tentang literasi yang cukup besar di
Indonesia Timur. Pergelaran ini telah diadakan sejak tahun 2011, dan untuk tahun
ini, tahun 2015, banyak menghadirkan penulis-penulis lokal dan international. Bentuk kegiatannya pun beragam, ada workshop
kepenulisan, seminar di beberapa kampus di Makassar, pembacaan puisi dan masih
banyak lagi lainnya yang kebaanyakan
dipusatkan di Fort Rotterdam Makassar. MIWF 2015 yang diadakan pada 3-4 Juni
2015 ini, datang dengan mambawa tema Knowledge and Universe dan memberikan apresiasi
kepada salah satu tokoh intelektual
kerajaan Gowa-Tallo yaitu Karaeng Pattingalloang. Keren kan…
Baik
kita lanjut tentang workshop tadi. Tapi sebelumnya saya cerita dulu latar
belakang kenapa saya bisa ikut ini. Awalnya kan saya cuma baca-baca info
tentang MIWF ini hingga akhirnya saya dapat informasi mengenai
workshop-workshop yang diselenggarakannya. Ada yang gratis, ada pula yang
bersyarat. Nah Workshop yang saya ikuti ini adalah workshop bersyarat.
Syaratnya apa? Syaratnya yaitu mengirimkan ide cerita sebanyak satu halaman kemudian
dikirim kakak-kakak panitianya. Singkat
cerita, setelah saya buat dan kirim, ehh tau-tau ada info bahwa saya diterima jadi
peserta. Jadilah saya mengikuti pelatihan ini. Sedikit informasi, kenapa saya
pilih ini karena workshop ini yang tidak mengganggu perkuliahan saya. Hahaha.
Hari
pertama, saya pusing cari tempat workshopnya. Di infonya sih katanya di gedung Chapel, tapi pas saya cari, tidak ada
yang namanya gedung Chapel. Gedung-gedung
yang ada di fort Rotterdam ini, ciri yang paling mencolok adalah gedung-gedungnya
ditandai dengan huruf A sampai P. Alhasil, saya keliling mencari gedung
workshopnya. Untung saja saya ketemu panitianya, dan akhirnya samapailah saya
di tempat workshopnya. Yaitu gedung yang ditengah, gedung P.
Ohh
iya sekedar info, kegiatan ini bernama “pelatihan intensif penulisan cerita
bersama plotpoint”. Plotpoint ini adalah salah satu sponsor MIWF dan katanya
sudah sering mengadakan pelatihan-pelatihan seperti ini. Materinya adalah
mengenalkan tentang cerita dan unsur-unsur penting dalam cerita. Dimulai dari
apa itu cerita, unsur penting dalam cerita,karakter dalam cerita, premis, siklus
cerita, dan penulisan sinopsis. Pematerinya sendiri namanya adalah Ifan Ismail (saya
bertemu dia di kelas: Orangnya itu pakai kacamata, terus brewokan. Yahh umurnya
mungkin sekitar 30-35an lah. Rambutnya agak gondrong, dia punyai gaya yang khas
kalau menurutku, tapi agak susah dijelaskan disini. Pokonya orangnya keren lah).
Dia adalah salah satu penulis skenario film Habibie dan Ainun bersama Gina S.
Noer. Wahhh wahhh ini yang bikin kagum juga.
Baik,
kembali ketempat workshopnya yah. Meskipun mulainya telat setengah jam, namun
itu bukan masalah. Lagipula bukan karena ada yang telat atau bagaimana, tapi
karena masalah teknis saja. pematerinya
dan para peserta pun sudah ada ditempat. Setelah konfirmsi kehadiran, dan isi
daftar peserta, langsunglah saya duduk. Ohh iya ini nih enaknya kalau ikut
kegiatan begini, bisa dapat teman baru. Saya langsung kenalan sama peserta-peserta
yang ikut, disamping kiri saya itu namanya firman (Agak lama baru saya sadar
kalau dia ternyata panitia). Kemudian disamping kanan namanya Sapar. Ohh iya, Tadinya
saya duduk dibelakang, tapi karena diminta sama kakak panitia untuk maju
kedepan, yah terpaksa lah saya mengikuti. Jadilah saya duduk di depan, tapi
bukan paling depan juga, yahhh kalau tidak salah baris ke tiga atau empat. Didepan
ini saya berkanaln lagi sama kawan baru, namanya Himawan yang ternyata orang
Poolewali Sulawesi Barat. Koneksi jadi lebih luas lagi. Hahaha.
***
“Apa
itu cerita?” itu yang pertama ditanyakan kak Ifan di kelasnya.
“Cerita
adalah terdiri dari alur, karakter atau tokoh” begitu jawaban Ima , salah
seorang peserta yang duduk tepat didepan saya.
Kemudian
peserta lain memberikan jawaban, ada yang bilang cerita adalah “gambaran
mengenai sebuah kejadian” dan ada pula yang mengatakan “Cerita adalah apa yang
telah terjadi dan belum terjadi”. Jawaban ketiga ini saya agak bingung, peristiwa yang belum
terjadi kok disebut cerita? Pertanyaan yang muncul, apa yang mau diceritakan? Munkin
berupa khayalan atau prediksi yah maksudnya. Entahlah, tapi dia patut dihargai,
setidaknya dia sudah bersuara ketimbang saya. Hahaha.
Kak
Ifan tidak membenaarkan dan tidak menyalahkan juga semua jawaban, tapi dia
lebih condong kepada jawaban yang kedua , bahwa cerita itu sebuah kejadian.Dia
kemudian bilang “ Kalau menurutku cerita adalah perubahan. Yang menjadikan
sebuah cerita adalah perubahan. Contoh misalnya kalau kita menjelaskan sebuah
kursi. Kursi adalah sebuah benda yang dipakai untuk bersantai, terkadang untuk
nonton TV atau untuk baca buku sambil minum kopi. Ada berdampingan dengan meja
makan, ada di kantor, ada di sekolah, dan bahkan sering dipakai untuk memasang
jam dinding. Tapi ini bukanlah cerita melainkan sebuah deskripsi”.
Kemudain
ia melanjutkan “akan berbeda ketika kita mengatakan bahwa ini adalah sebuah
kayu, yang diukir, dipahat dan dipalu dan menjadi sebuah kursi”.
“Itulah
cerita kalau menurutku. Ada perubahan” lanjutnya.
“Lantas
kenapa manusia bercerita, karena manusia mencari makna dan nilai dari
perubahan-perubahan itu” imbuhnya.
Saya
sedikit merenung kemudian megingat-ingat cerita yang selama ini saya dengar dan
baca, dan memang ada benarnya juga karena semua cerita ada perubahan di dalamnya.
Sambil
menunggu papan tulis, ia pun bercerita bahwa dia pernah mendapat kutipan
seperti ini “kalau ingin meracuni sebuah bangsa, racuni cerita-ceritanya”. Ungkapan
ini sebenarnya menyiratkan pentingnya sebuah cerita. Cerita yang kita peroleh
dari kecil menjadi salah satu pembentuk kepribadian kita. Jika kita
menganalisis pada realitas sekarang, khususnya di Indonesia, ungkapan tersebut
ternyata benar adanya. Sinetron-sinetron betemakan percintaan remaja yang
banyak ditayangkan ditelevisi, telah menjadi salah-satu sebab “rusaknya”
anak-anak di bangsa ini. Banyak anak-anak yang bahkan masih SD, sudah sibuk
dengan urusan percintaan yang menyita waktu anak-anaknya. Mereka sibuk dengan
urusan pacar-pacaran ketimbang sibuk belajar dan bermain. Nampak jelas bahwa
banyak dari mereka “dewasa sebelum waktunya”. Tampaknya memang, moralitas
sebuah bangsa khususnya para generasi muda berawal dan dipengaruhi oleh sebuah
cerita.
***
“Perubahan
dalam sebuah cerita, terdiri dari tiga” kelas berkanjut dengan penjelasan kak
Ifan di papan tulis.
“Perubahan
kondisi atau situasi, perubahan karakter, dan perubahan persepsi baru. Perubahan
persepsi baru inilah perubahan yang paling mendasar dalam sebuah cerita”. Penjelasannya.
Kemudian
ia melanjutkan “ perubahan persepsi baru sebenarnya adalah mendapatkan makna. Kita
sebagai penikmat misalnya mendapatkan makna dari sebuah cerita. Makna yang paling rendah adalah ketika kita
sadar dan mengatakan “oh gitu”, sedangkan makna yang tertinggi adalah didapatnya
pesan moral dari cerita tersebut”. Dalam menyampaikan sebuah nilai atau makna,
dimulai dari adanya premis yang dibentuk dan dibuktikan dengan cerita. Premis
sendiri ada dua yaitu premis akar makna dan premis praktis. Premis akar makna adalah premis yang
sederhana. Nilai A mengakibatkan nilai B. ini sama halnya dengan hukum sebab
akibat. Contohnya adalah “ Keserakahan akan membuat kehancuran”. Itulah premis
yang harus dibuktikan lewat sebuah cerita. Sedangkan Premis praktis adalah
bentuk premis yang lebih luas. Terdapat karakter, Keinginan dari karakter (wants), dan hambatan (obstacle). Contohnya adalah “somebody wants something badly and having a
hard time while getting it”. Ada karakter, keinginan dan hambatannya. Bentuk
premis seperti inilah yang sering dipakai dalam memunculkan cerita dalam film
pendek maupun panjang”.
Untuk
memperjelas pemahaman premis tersebut, kak Ifan kemudian memutar film pendek
yang berjudul “sepatu baru”. Film ini sudah beberapa kali mendapatkan
penghargaan. Ceritanya, ada seorang anak cewek yang ingin sekali memakai sepatu
barunya. Namun keinginannya selalu gagal karena setiap hari terjadi hujan. Dia tidak
ingin mengotori sepatu barunya tersebut. Dia pun berusaha mengehentikan hujan
itu. Dia mempercayai mitos jika melempar celana dalam ke atas atap maka itu
akan menghentikan hujan. Dia bahkan mencuri celana dalam orang lain hanya untuk
menghentikan hujan, namun semua itu gagal karena hujan tak kunjung berhenti. Di
akhir cerita, dia bahkan melepas celana dalamnya sendiri dan melemparnya
ke atap.
Kak Ifan kemudian menjelaskan, “Dalam cerita “sepatu baru” itu terlihat terdapat seorang karakter yakni si anak cewek. Dia memiliki keinginan, yaitu ingin memakai sepatu barunya. Tetapi keinginannya tersebut terhambat atau terhalang oleh hujan yang terjadi terus menerus. Dia pun melakukan cara untuk menghentikan hujan tersebut yakni dengan melamparkan celana dalam ke atap rumah. Namun cara tersebut tetap gagal”.
Kak Ifan kemudian menjelaskan, “Dalam cerita “sepatu baru” itu terlihat terdapat seorang karakter yakni si anak cewek. Dia memiliki keinginan, yaitu ingin memakai sepatu barunya. Tetapi keinginannya tersebut terhambat atau terhalang oleh hujan yang terjadi terus menerus. Dia pun melakukan cara untuk menghentikan hujan tersebut yakni dengan melamparkan celana dalam ke atap rumah. Namun cara tersebut tetap gagal”.
“itulah
contoh premis praktis yang sering terdapat dalam cerita” lanjutnya.
***
Kelas
berlanjut dengan penjelasan siklus cerita. Menurut kak Ifan, siklus cerita itu
dimulai dari si tokoh mendapati masalah dalam cerita. Kemudian,
si tokoh menimbang masalah tersebut. Selanjutnya si tokoh memutuskan
apa yang harus ia lakukan. Terakhir, si tokoh melakukan apa yang telah
diputuskan tersebut. Soal berhasil atau tidak, itulah yang akan membentuk
siklus cerita baru.
Siklus
inilah, siklus sederhana yang membentuk sebuah cerita. Dalam cerita pendek,
hanya satu siklus itulah yang diceritakan. sementara dalam cerita panjang,
semisal novel, siklus itu terjadi terus berulang kali membentuk cerita yang
panjang. Disinalah perbedaan antara cerpen dan novel.
Terakhir,
kak Ifan menjelaskan teknik dasar menulis melalui slide-slide power point yang ditampilkannya. Teknik dasar itu
adalah :
- Pada Suatu hari. Kalimat ini mengenalkan si tokoh kepada pembaca.
- Dan setiap harinya. Mengenakan detail si tokoh.
- Sampai pada suatu hari. Terdapat peristiwa yang membuat si tokoh melakukan sesuatu diluar kebiasaan.
- Dan oleh karena itu. Si tokoh memperoleh konsekuensi dari tindakannya itu.
- Dan oleh karena itu. Masalah kemudian semakin rumit.
- Sampai pada akhirnya. Ini adalah klimaks cerita. Si tokoh gagal atau berhasil dalam menghadapi masalah.
- Dan sejak hari itu. Akhir cerita yang memberikan arti cerita.
Itulah
tips story spine (punggung cerita) dari
kak Ifan yang memudahkan kita dalam membentuk cerita dan saling kait-mengkait. Pada
akhirnya, setelah penjelasan panjang lebar, kak Ifan selanjutnya memberikan tugas membuat cerita kepada peserta dan untuk
kemudian menceritakan ceritanya di depan peserta yang lainnya.
***
Workshop
hari pertama ini berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Sebagai penulis
pemula, ini sangat bermanfaat menurut saya. Ilmu dari Ifan Ismail coba saya
ambil satu persatu. Sebenarnya masih ada hari kedua yakni penulisan sinopsis,
namun karena kesibukan kuliah, saya harus merelakan untuk tidak datang. Namun meskipun
begitu saya harus berterima kasih kepada kak Ifan atas ilmunya, kemudian kepada
MIWF yang telah melaksanakan event ini. Senang bisa menjadi bagian dalam event
besar ini. Semoga dengan kegiatan seperti ini akan membentuk budaya literasi
yang kuat khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan di Indonesia pada
umumnya. Kemudian untuk para pembaca tulisan ini, semoga bermanfaat dan ilmunya
dapat diserap. Sekian.
Posting Komentar untuk "Sepenggal Cerita dari MIWF 2015"