Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sepenggal Cerita dari MIWF 2015

MIWF
Sumber gambar: pixabay.com


Hai Sahabat…
Kali ini saya mau berbagi cerita tentang  pengalaman saya setelah mengikuti Workshop Penulisan dan pengembangan Cerita bersama Ifan Ismail. Kegiatan ini adalah rangkaian dari acara di MIWF. Tapi sebelum saya lanjut,  saya mau tanya dulu, ada yang kenal dengan MIWF? MIWF itu merupakan singkatan dari Makassar International Writers Festival. Festival ini adalah salah satu festival tentang literasi yang cukup besar di Indonesia Timur. Pergelaran ini telah diadakan sejak tahun 2011, dan untuk tahun ini, tahun 2015, banyak menghadirkan penulis-penulis lokal dan international.  Bentuk kegiatannya pun beragam, ada workshop kepenulisan, seminar di beberapa kampus di Makassar, pembacaan puisi dan masih banyak lagi lainnya  yang kebaanyakan dipusatkan di Fort Rotterdam Makassar. MIWF 2015 yang diadakan pada 3-4 Juni 2015 ini, datang dengan mambawa tema Knowledge and Universe dan memberikan apresiasi  kepada salah satu tokoh intelektual kerajaan Gowa-Tallo yaitu Karaeng Pattingalloang. Keren kan…

Baik kita lanjut tentang workshop tadi. Tapi sebelumnya saya cerita dulu latar belakang kenapa saya bisa ikut ini. Awalnya kan saya cuma baca-baca info tentang MIWF ini hingga akhirnya saya dapat informasi mengenai workshop-workshop yang diselenggarakannya. Ada yang gratis, ada pula yang bersyarat. Nah Workshop yang saya ikuti ini adalah workshop bersyarat. Syaratnya apa? Syaratnya yaitu mengirimkan ide cerita sebanyak satu halaman kemudian dikirim kakak-kakak panitianya.  Singkat cerita, setelah saya buat dan kirim, ehh tau-tau ada info bahwa saya diterima jadi peserta. Jadilah saya mengikuti pelatihan ini. Sedikit informasi, kenapa saya pilih ini karena workshop ini yang tidak mengganggu perkuliahan saya. Hahaha.

Hari pertama, saya pusing cari tempat workshopnya. Di infonya sih katanya di gedung Chapel, tapi pas saya cari, tidak ada yang namanya gedung Chapel. Gedung-gedung yang ada di fort Rotterdam ini, ciri yang paling mencolok adalah gedung-gedungnya ditandai dengan huruf A sampai P. Alhasil, saya keliling mencari gedung workshopnya. Untung saja saya ketemu panitianya, dan akhirnya samapailah saya di tempat workshopnya. Yaitu gedung yang ditengah, gedung P.

Ohh iya sekedar info, kegiatan ini bernama “pelatihan intensif penulisan cerita bersama plotpoint”. Plotpoint ini adalah salah satu sponsor MIWF dan katanya sudah sering mengadakan pelatihan-pelatihan seperti ini. Materinya adalah mengenalkan tentang cerita dan unsur-unsur penting dalam cerita. Dimulai dari apa itu cerita, unsur penting dalam cerita,karakter dalam cerita, premis, siklus cerita, dan penulisan sinopsis. Pematerinya sendiri namanya adalah Ifan Ismail (saya bertemu dia di kelas: Orangnya itu pakai kacamata, terus brewokan. Yahh umurnya mungkin sekitar 30-35an lah. Rambutnya agak gondrong, dia punyai gaya yang khas kalau menurutku, tapi agak susah dijelaskan disini. Pokonya orangnya keren lah). Dia adalah salah satu penulis skenario film Habibie dan Ainun bersama Gina S. Noer. Wahhh wahhh ini yang bikin kagum juga.

Baik, kembali ketempat workshopnya yah. Meskipun mulainya telat setengah jam, namun itu bukan masalah. Lagipula bukan karena ada yang telat atau bagaimana, tapi karena masalah teknis saja.  pematerinya dan para peserta pun sudah ada ditempat. Setelah konfirmsi kehadiran, dan isi daftar peserta, langsunglah saya duduk. Ohh iya ini nih enaknya kalau ikut kegiatan begini, bisa dapat teman baru. Saya langsung kenalan sama peserta-peserta yang ikut, disamping kiri saya itu namanya firman (Agak lama baru saya sadar kalau dia ternyata panitia). Kemudian disamping kanan namanya Sapar. Ohh iya, Tadinya saya duduk dibelakang, tapi karena diminta sama kakak panitia untuk maju kedepan, yah terpaksa lah saya mengikuti. Jadilah saya duduk di depan, tapi bukan paling depan juga, yahhh kalau tidak salah baris ke tiga atau empat. Didepan ini saya berkanaln lagi sama kawan baru, namanya Himawan yang ternyata orang Poolewali Sulawesi Barat. Koneksi jadi lebih luas lagi. Hahaha.

***

“Apa itu cerita?” itu yang pertama ditanyakan kak Ifan di kelasnya.
“Cerita adalah terdiri dari alur, karakter atau tokoh” begitu jawaban Ima , salah seorang peserta yang duduk tepat didepan saya.

Kemudian peserta lain memberikan jawaban, ada yang bilang cerita adalah “gambaran mengenai sebuah kejadian” dan ada pula yang mengatakan “Cerita adalah apa yang telah terjadi dan belum terjadi”. Jawaban ketiga  ini saya agak bingung, peristiwa yang belum terjadi kok disebut cerita? Pertanyaan yang muncul, apa yang mau diceritakan? Munkin berupa khayalan atau prediksi yah maksudnya. Entahlah, tapi dia patut dihargai, setidaknya dia sudah bersuara ketimbang saya. Hahaha.

Kak Ifan tidak membenaarkan dan tidak menyalahkan juga semua jawaban, tapi dia lebih condong kepada jawaban yang kedua , bahwa cerita itu sebuah kejadian.Dia kemudian bilang “ Kalau menurutku cerita adalah perubahan. Yang menjadikan sebuah cerita adalah perubahan. Contoh misalnya kalau kita menjelaskan sebuah kursi. Kursi adalah sebuah benda yang dipakai untuk bersantai, terkadang untuk nonton TV atau untuk baca buku sambil minum kopi. Ada berdampingan dengan meja makan, ada di kantor, ada di sekolah, dan bahkan sering dipakai untuk memasang jam dinding. Tapi ini bukanlah cerita melainkan sebuah deskripsi”.

Kemudain ia melanjutkan “akan berbeda ketika kita mengatakan bahwa ini adalah sebuah kayu, yang diukir, dipahat dan dipalu dan menjadi sebuah kursi”.

“Itulah cerita kalau menurutku. Ada perubahan” lanjutnya.

“Lantas kenapa manusia bercerita, karena manusia mencari makna dan nilai dari perubahan-perubahan itu” imbuhnya.

Saya sedikit merenung kemudian megingat-ingat cerita yang selama ini saya dengar dan baca, dan memang ada benarnya juga karena semua cerita ada perubahan di dalamnya.

Sambil menunggu papan tulis, ia pun bercerita bahwa dia pernah mendapat kutipan seperti ini “kalau ingin meracuni sebuah bangsa, racuni cerita-ceritanya”. Ungkapan ini sebenarnya menyiratkan pentingnya sebuah cerita. Cerita yang kita peroleh dari kecil menjadi salah satu pembentuk kepribadian kita. Jika kita menganalisis pada realitas sekarang, khususnya di Indonesia, ungkapan tersebut ternyata benar adanya. Sinetron-sinetron betemakan percintaan remaja yang banyak ditayangkan ditelevisi, telah menjadi salah-satu sebab “rusaknya” anak-anak di bangsa ini. Banyak anak-anak yang bahkan masih SD, sudah sibuk dengan urusan percintaan yang menyita waktu anak-anaknya. Mereka sibuk dengan urusan pacar-pacaran ketimbang sibuk belajar dan bermain. Nampak jelas bahwa banyak dari mereka “dewasa sebelum waktunya”. Tampaknya memang, moralitas sebuah bangsa khususnya para generasi muda berawal dan dipengaruhi oleh sebuah cerita.

***

“Perubahan dalam sebuah cerita, terdiri dari tiga” kelas berkanjut dengan penjelasan kak Ifan di papan tulis.

“Perubahan kondisi atau situasi, perubahan karakter, dan perubahan persepsi baru. Perubahan persepsi baru inilah perubahan yang paling mendasar dalam sebuah cerita”. Penjelasannya.

Kemudian ia melanjutkan “ perubahan persepsi baru sebenarnya adalah mendapatkan makna. Kita sebagai penikmat misalnya mendapatkan makna dari sebuah cerita.  Makna yang paling rendah adalah ketika kita sadar dan mengatakan “oh gitu”, sedangkan makna yang tertinggi adalah didapatnya pesan moral dari cerita tersebut”. Dalam menyampaikan sebuah nilai atau makna, dimulai dari adanya premis yang dibentuk dan dibuktikan dengan cerita. Premis sendiri ada dua yaitu premis akar makna dan premis praktis.  Premis akar makna adalah premis yang sederhana. Nilai A mengakibatkan nilai B. ini sama halnya dengan hukum sebab akibat. Contohnya adalah “ Keserakahan akan membuat kehancuran”. Itulah premis yang harus dibuktikan lewat sebuah cerita. Sedangkan Premis praktis adalah bentuk premis yang lebih luas. Terdapat karakter, Keinginan dari karakter (wants), dan hambatan (obstacle). Contohnya adalah “somebody wants something badly and having a hard time while getting it”. Ada karakter, keinginan dan hambatannya. Bentuk premis seperti inilah yang sering dipakai dalam memunculkan cerita dalam film pendek maupun panjang”.

Untuk memperjelas pemahaman premis tersebut, kak Ifan kemudian memutar film pendek yang berjudul “sepatu baru”. Film ini sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan. Ceritanya, ada seorang anak cewek yang ingin sekali memakai sepatu barunya. Namun keinginannya selalu gagal karena setiap hari terjadi hujan. Dia tidak ingin mengotori sepatu barunya tersebut. Dia pun berusaha mengehentikan hujan itu. Dia mempercayai mitos jika melempar celana dalam ke atas atap maka itu akan menghentikan hujan. Dia bahkan mencuri celana dalam orang lain hanya untuk menghentikan hujan, namun semua itu gagal karena hujan tak kunjung berhenti. Di akhir cerita, dia bahkan melepas celana dalamnya sendiri dan melemparnya ke atap.

Kak Ifan kemudian menjelaskan, “Dalam cerita “sepatu baru” itu terlihat terdapat seorang karakter yakni si anak cewek. Dia memiliki keinginan, yaitu ingin memakai sepatu barunya. Tetapi keinginannya tersebut terhambat atau terhalang oleh hujan yang terjadi terus menerus. Dia pun melakukan cara untuk menghentikan hujan tersebut yakni dengan melamparkan celana dalam ke atap rumah. Namun cara tersebut tetap gagal”.
“itulah contoh premis praktis yang sering terdapat dalam cerita” lanjutnya.

***

Kelas berlanjut dengan penjelasan siklus cerita. Menurut kak Ifan, siklus cerita itu dimulai dari si tokoh mendapati masalah dalam cerita. Kemudian, si tokoh menimbang masalah tersebut. Selanjutnya si tokoh memutuskan apa yang harus ia lakukan. Terakhir, si tokoh melakukan apa yang telah diputuskan tersebut. Soal berhasil atau tidak, itulah yang akan membentuk siklus cerita baru.

Siklus inilah, siklus sederhana yang membentuk sebuah cerita. Dalam cerita pendek, hanya satu siklus itulah yang diceritakan. sementara dalam cerita panjang, semisal novel, siklus itu terjadi terus berulang kali membentuk cerita yang panjang. Disinalah perbedaan antara cerpen dan novel.

Terakhir, kak Ifan menjelaskan teknik dasar menulis melalui slide-slide power point yang ditampilkannya. Teknik dasar itu adalah :
  1. Pada Suatu hari. Kalimat ini mengenalkan si tokoh kepada pembaca.
  2. Dan setiap harinya. Mengenakan detail si tokoh.
  3. Sampai pada suatu hari. Terdapat peristiwa yang membuat si tokoh melakukan sesuatu diluar kebiasaan.
  4. Dan oleh karena itu. Si tokoh memperoleh konsekuensi dari tindakannya itu.
  5. Dan oleh karena itu. Masalah kemudian semakin rumit.
  6. Sampai pada akhirnya. Ini adalah klimaks cerita. Si tokoh gagal atau berhasil dalam menghadapi masalah.
  7. Dan sejak hari itu. Akhir cerita yang memberikan arti cerita.
Itulah tips  story spine (punggung cerita) dari kak Ifan yang memudahkan kita dalam membentuk cerita dan saling kait-mengkait. Pada akhirnya, setelah penjelasan panjang lebar, kak Ifan selanjutnya memberikan  tugas membuat cerita kepada peserta dan untuk kemudian menceritakan ceritanya di depan peserta yang lainnya.

***

Workshop hari pertama ini berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Sebagai penulis pemula, ini sangat bermanfaat menurut saya. Ilmu dari Ifan Ismail coba saya ambil satu persatu. Sebenarnya masih ada hari kedua yakni penulisan sinopsis, namun karena kesibukan kuliah, saya harus merelakan untuk tidak datang. Namun meskipun begitu saya harus berterima kasih kepada kak Ifan atas ilmunya, kemudian kepada MIWF yang telah melaksanakan event ini. Senang bisa menjadi bagian dalam event besar ini. Semoga dengan kegiatan seperti ini akan membentuk budaya literasi yang kuat khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan di Indonesia pada umumnya. Kemudian untuk para pembaca tulisan ini, semoga bermanfaat dan ilmunya dapat diserap. Sekian.

Posting Komentar untuk "Sepenggal Cerita dari MIWF 2015"