Terus Hidup dengan Ngeblog
Kira-kira seperti itulah pertanyaan yang
pernah saya tulis dengan menyebut akun media sosial salah seorang penulis
ternama Indonesia. Hasilnya sangat apes, dia tak pernah menjawab sampai hari
ini. Kemungkinan besar hal itu disebabkan karena dua alasan, Pertama, karena
memang pertanyaan jenis itu tak cukup bisa dijelaskan hanya dengan 140 karakter,
atau kemungkinan kedua, karena pertanyaan jenis itu adalah pertanyaan bodoh,
sebab belakangan saya akhirnya paham bahwa untuk jadi penulis, tipsnya sangat gampang:
menulis. Hanya itu, dan saya menduga, kemungkinan kedua inilah yang lebih
tepat.
Kemudian lama setelah itu, saya membuat
blog (bukan blog ini) dan memposting tulisan di sana. Itu adalah tulisan
pertama saya, dan tulisan tipe itu, mungkin tak akan pernah saya baca kembali.
Alasannya sederhana: isinya minta ampun, bikin malu-malu sendiri. Akhirnya, nasib
tulisan itu hanya sampai pada postingan pertama sekaligus terakhir, sebab
setelahnya blog itu tak terawat, berlumut, dan mati.
Butuh waktu lama bagi saya untuk menulis kembali. Selain karena malas, juga karena tak tahu mau menulis apa. Saya mulai menulis kembali sejak mengenal puisi. Beberapa kali curhatan saya menjelma menjadi puisi di media sosial sendiri. Mengingat-ingat fase itu, saya jadi teringat percakapan Gusdur dengan seorang da’i. Ia menjelaskan sebab karya sastra yang ditulis sang da’i tidak bagus. “Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita makanya tulisan kamu tidak bagus”, terang Gusdur kepada si da’i. Meski puisi saya masih jauh dari kata bagus, namun seperti kata Gusdur tadi, patah hati ternyata juga membantu saya, setidak-tidaknya untuk mulai menulis lagi. Selain itu, perkenalan saya dengan karya sastra lain seperti cerpen dan novel, akhirnya mengembalikan semangat saya untuk menulis kembali.
Butuh waktu lama bagi saya untuk menulis kembali. Selain karena malas, juga karena tak tahu mau menulis apa. Saya mulai menulis kembali sejak mengenal puisi. Beberapa kali curhatan saya menjelma menjadi puisi di media sosial sendiri. Mengingat-ingat fase itu, saya jadi teringat percakapan Gusdur dengan seorang da’i. Ia menjelaskan sebab karya sastra yang ditulis sang da’i tidak bagus. “Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita makanya tulisan kamu tidak bagus”, terang Gusdur kepada si da’i. Meski puisi saya masih jauh dari kata bagus, namun seperti kata Gusdur tadi, patah hati ternyata juga membantu saya, setidak-tidaknya untuk mulai menulis lagi. Selain itu, perkenalan saya dengan karya sastra lain seperti cerpen dan novel, akhirnya mengembalikan semangat saya untuk menulis kembali.
Saya kemudian berfikir untuk
menyelamatkan secuil puisi saya yang tercecer di media sosial itu. Yang pertama
kali terlintas adalah mencoba mulai belajar menulis lewat ngeblog lagi sebab
sepertinya, mengelola website pribadi memang betul-betul terlihat keren, pikir
saya waktu itu. Saya akhirnya benar-benar membuat blog baru dan puisi-puisi saya
di-publish di sana. Kemudian fase setelahnya
adalah fase di mana saya mulai mencoba menuliskan berbagai macam hal di blog
itu. Meski sangat tidak produktif, namun Alhamdulillah
blog itu masih sehat-sehat saja sampai hari ini. Blog tersebut tidak lain dan
tidak bukan adalah yang anda baca saat ini.
***
Begitulah kira-kira sedikit gambaran
bagaimana saya ngeblog hingga
sekarang. Belajar menulis adalah motivasi terbesar saya. Kemewahan apa yang
dimiliki blog adalah ia milik penulisnya, dan itu sangat membebaskan. Menulis
dalam dalam berbagai genre tidak jadi masalah. Sebuah media yang sangat
membantu dalam proses peningkatan kemampuan menulis.
Saya juga seringkali mendengar berbagai cerita mengenai para blogger yang mampu menghasilkan uang lewat aktivitas menulisnya di blog. Hal itu terkadang membuat saya berfikir untuk melakukan hal yang sama. Tapi untuk sekarang sepertinya tidak dulu. Saya hanya ingin fokus untuk belajar menulis, menulis dan menulis. Soal sesuatu-sesuatu di luarnya itu urusan belakangan.
Saya juga seringkali mendengar berbagai cerita mengenai para blogger yang mampu menghasilkan uang lewat aktivitas menulisnya di blog. Hal itu terkadang membuat saya berfikir untuk melakukan hal yang sama. Tapi untuk sekarang sepertinya tidak dulu. Saya hanya ingin fokus untuk belajar menulis, menulis dan menulis. Soal sesuatu-sesuatu di luarnya itu urusan belakangan.
Ada kenikmatan tersendiri ketika mampu menghasilkan
tulisan dan di publish di blog. Itu seperti etalase bagi orang lain untuk
melihat kehidupan pemilik blog itu. Saya ingat sebuah Lembaga Seni Kampus
bernama Kissa. Ia memiliki motto: nama akan mati tanpa karya, dan saya yakin, ngeblog membuat pemiliknya akan terus
hidup.
#15HariMenulis
Salam kenal bang.
BalasHapusEntah kenapa adem rasanya baca huruf demi huruf yang Bang Arif tulis.
Serasa beneran diajak ngobrol berdua :D
Tapi kok masih sepi komentar ya?
Yang udah baca idem atau emang gak bisa menikmati gurihnya kalimat-kalimat Bang Arif ya?
Entahlah :D
Cara menulis saya masih jelek bang. Masih belajar. heheheh
Hapus