Betapa Menyedihkannya Tidak Mahir Berenang di Tempat-Tempat Pemandian
Baiklah, kita mulai saja
tulisan yang tidak berfaedah ini. Dulu waktu masa SD, saya sering diajar
berenang oleh Andaeng (panggilan saya ke bapak) di pantai dekat rumah. Sejak
itu, saya selalu merasa telah mahir berenang padahal tidak mahir-mahir amat. Paling
cuma bisa gaya bebas. Itupun hanya beberapa meter di air yang dangkal. Alhasil,
pas SMA, ketika saya dan teman-teman berkunjung ke sebuah air terjun, saya
hampir tenggelam sebab airnya yang cukup dalam. Sejak itu saya pun perlahan
menyadari bahwa saya bisa terlihat seperti perenang profesional hanya di
ketinggian air sedada atau paling tinggi seleher. Lebih dari itu, mana berani
saya.
Cerita selanjutnya, meskipun tidak semengerikan yang sebelumnya, namun tetap bisa dikata cukup suram. Ketika masa-masa kuliah, beberapa kali saya dan teman-teman berkunjung ke tempat-tempat wisata air, tak terkecuali air terjun tentunya. Dengan kemampuan berenang yang pas-pasan itu, saya harus rela menyaksikan teman-teman berenang di tempat-tempat dalam sementara saya hanya bisa berenang di pinggir yang berbatu. Sungguh menyedihkan juga rasanya melihat orang lain mampu menikmati loncat dari batu-batu yang tinggi ke dalam air sedangkan saya hanya mampu senyum-senyum menyaksikan mereka. Rasa-rasanya saya bisa juga melakukan itu, hanya saja saya tak mahir berenang.
Cerita selanjutnya, meskipun tidak semengerikan yang sebelumnya, namun tetap bisa dikata cukup suram. Ketika masa-masa kuliah, beberapa kali saya dan teman-teman berkunjung ke tempat-tempat wisata air, tak terkecuali air terjun tentunya. Dengan kemampuan berenang yang pas-pasan itu, saya harus rela menyaksikan teman-teman berenang di tempat-tempat dalam sementara saya hanya bisa berenang di pinggir yang berbatu. Sungguh menyedihkan juga rasanya melihat orang lain mampu menikmati loncat dari batu-batu yang tinggi ke dalam air sedangkan saya hanya mampu senyum-senyum menyaksikan mereka. Rasa-rasanya saya bisa juga melakukan itu, hanya saja saya tak mahir berenang.
Cerita suram lain misalnya
datang ketika saya ber-KKN di sebuah desa bernama Moncongloe yang ada di
Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa. Suatu kali saya dan teman-teman posko
berkunjung ke sebuah sungai yang cukup besar di sana bersama beberapa anak-anak
desa. Sungai itu memang sering dikunjungi anak-anak untuk mandi sekaligus
bermain. Jadi ceritanya, ketika yang lainnya berenang di sungai itu, saya
justru masih pikir-pikir untuk turun berenang. Seorang anak kemudian bertanya
kemampuan berenang saya. Mendengar itu, saya cuma bisa menjawab kalau
sebetulnya saya bisa hanya saja tidak terlalu mahir. Yang terjadi selanjutnya
sebetulnya tidak terlalu buruk. Saya tetap ikut menikmati bersenang-senang
bersama mereka di air. Akan tetapi, menyaksikan anak-anak itu menikmati
berenang di tempat dalam dengan arus yang cukup deras sementara saya hanya
bermain di pinggir dan tempat dangkal membuat cemburu juga.
Lain air terjun dan sungai, lain pula di kolam renang. Beberapa kali saya dan teman-teman mengisi waktu kosong dengan mengunjungi kolam-kolam pemandian. Hasilnya sama saja, lagi-lagi saya cuma bisa main di tempat dangkal atau yang paling buruk, ya tidak turun berenang. Di kolam renang seperti itulah saya paling sering kena umpatan, dibilang cemen atau berbagai ejekan lainnya. Kalau sudah begitu, mau tidak mau saya harus membela diri dengan terjun juga ke kolam. Tapi apa mau dikata, kolam dangkal lagi kolam dangkal lagi tentunya. Sungguh pembelaan diri yang memalukan.
Lain air terjun dan sungai, lain pula di kolam renang. Beberapa kali saya dan teman-teman mengisi waktu kosong dengan mengunjungi kolam-kolam pemandian. Hasilnya sama saja, lagi-lagi saya cuma bisa main di tempat dangkal atau yang paling buruk, ya tidak turun berenang. Di kolam renang seperti itulah saya paling sering kena umpatan, dibilang cemen atau berbagai ejekan lainnya. Kalau sudah begitu, mau tidak mau saya harus membela diri dengan terjun juga ke kolam. Tapi apa mau dikata, kolam dangkal lagi kolam dangkal lagi tentunya. Sungguh pembelaan diri yang memalukan.
Belakangan ini saya jadi
sering menolak ajakan teman-teman ketika mereka ingin berenang lagi di kolam
pemandian. Bukan apa-apa, saya tak sanggup menyaksikan kesenangan mereka di
atas penderitaan saya sendiri. Makanya, salah satu tempat hiburan yang saya
hindari, ya kolam-kolam pemandian dan kawan-kawannya itu. Kalaupun seumpama
kalian melihat saya berada di sana, itu bisa terjadi hanya karena dua alasan:
pertama karena saya memang terpaksa, kedua karena saya dapat yang gratisan.
Sepertinya itu saja.
Sudah, saya akhiri saja
tulisan yang dari awal saya katakan tidak berfaedah ini. Ehh, tapi tunggu dulu, apa
betul tulisan ini tidak memiliki manfaat? Bisa jadi ada meski hanya satu:
paling tidak belajarlah berenang agar hidupmu tak menyedihkan, setidak-tidaknya
itu bisa terjadi di tempat-tempat pemandian. Begitu anak muda.
#15HariMenulis
Posting Komentar untuk "Betapa Menyedihkannya Tidak Mahir Berenang di Tempat-Tempat Pemandian"